iklan klik

Jumat, 17 Juni 2011

Haemoraghi Post Partum (HPP)

a. Pengertian
Perdarahan yang terjadi setelah melahirkan anak dalama 24 jam yang jumlahnya lebih dari 500-600 cc.

b. Insiden
Pada negara berkembang kasus ini mencapai 5-15 % dari seluruh jumlah persalinan yang terjadi.


c. Etiologi
1. Atonia uteri (50-60 %).
2. Retensio placenta (16-17%).
3. Sisa placenta (23-24 %).
4. Laserasi jalan lahir (4-5 %).
5. Kelainan darah (0,5-0,8 %).

d. Predisposisi
Umur (yang terlalu tua atau terlalu muda pada saat melahirkan), paritas (Multi para atau grandemulti), partus lama, obstetri oprastif dan narkose, uterus terlalu tegang dan besar, kelainan pada uterus (myoma uteri), Sosek yang kurang yang dapat menyebabkan malnutrisi.

e. Diagnosis
1. Palpasi: kontraksi uterus dan TFU.
2. Inspeksi: Uri, ketuban (lengkap atau tidak), aapakah ada robekan di vagina atau adanya varises.
3. Eksplorasi cavum uteri: sisa uri dan ketuban, robekan rahim, placenta suksenturiata.
4. Pemeriksaan laboratoris: DL (Hb), Faal hemostasis, Clot observastion test (COT).
5. Pemeriksaan USG jika diperlukan.
6.
f. Gejala
Perdarahan yang lebih dari 500-600 cc, kontraksi uterus lemah, uterus lembek (boggy), Sub involusi (fundus uteri naik), muka pucat/ anemis.

g. Prognosis
Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar. R), dan menurut Wignyosastro angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.

h. Penatalaksanaan
Secara umum untuk kasus perdarahan adalah:
1. Hentikan perdarahan.
2. Cegah terjadinya syock.
3. Ganti darah yang hilang.

Penatalaksanaan khusus:
1. Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak):
Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.
2. Tahap II (perdarahan lebih banyak):
Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
3. Bila semua tindakan diatas tidak menolong:
Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan fungsiolaesa).
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan respirasi).
- Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.
Rencana:
1. Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Observasi jumlah perdarahan.
R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah akibat dari pengeluaran leukosit yang berlebihan.
3. Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.
R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.
R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan kuman yang lebh progresif.
5. Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).
R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.

2. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
Tujuan:
Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hb > 10 gr %.
- Konjungtiva tidak anemis.
- Mukosa tidak pucat.
Rencana:
1. Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.
R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.
3. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).
R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Pemberian koagulantia dan roburantia.
- Pemberian transfusi.
- Pemeriksaan DL secara berkala.
5. Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.

3. Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus menerus.
Tujuan:
Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak terjadi penurunan kesadaran.
- TTV dalam batas normal.
- Turgor kulit baik.
- Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
- Cairan dalam tubuh balance.
Rencana:
1. Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak ditangan secara baik.
4. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5. Kolaborasi dalam:
- Pemberian cairan infus atau transfusi.
- Pemberian koagulantia dan uterotonika.
- Pemesangan CVP.
- Pemeriksaan BJ Plasma.

4. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam kapiler.
Tujuan:
Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hasil BGA dalam batas normal.
- TTV dalam batas normal.
Rencana:
1. Observasi TTV dalam batas normal.
R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya asidosis.
2. Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.
R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
3. Kolaborasi dalam:
- Pemeriksaan BGA.
- Pemberian cairan intravena.

5. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan:
Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
Rencana:
1. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan yang dilakukan.
2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).
R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan dengan bantuan orang lain.
3. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.
R/ Kelemahan tubuh yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kebersihan perseorangan.
4. Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat mencerminkan berkurangnya kelemahan tubuh.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DHF (DENGUE HEMORHAGIC FEVER)

PENGERTIAN

DHF adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue, terutama menyerang pada anak-anak dengan ciri-ciri : demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan syok (DSS) dan kematian. Penyakit ini ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti, yang membawa virus dengue (anthropad borne viruses) atau disebut arbo virus. DHF dapat menyerang semua umur tetapi terbanyak pada anak-anak.


Epidemiologi :

Terdapat pada daerah tropis,terutama negara Asean dan Pasifik barat disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes,diIndonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes yaitu: Aedes Agypti dan Aedes albopictus. Insiden secara keseluruhan tidak ada perbedaan jenis kelamin penderita DHF tetapi kematian lebih banyak pada anak perempuan,usia antara 1- 4 tahun dan 5 – 10 tahun.

TANDA DAN GEJALA

1. Demam : demam tinggi timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari turun secara cepat.

2. Perdarahan : perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit (trombositopeni) serta gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorfosis trombosit. Perdarahan dapat terjadi di semua organ yang berupa:

· Uji torniquet positif

· Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva

· Epistaksis dan perdarahan gusi

· Hematemesis, melena

· Hematuri

3. Hepatomegali :

· Biasanya dijumpai pada awal penyakit

· Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit

· Nyeri tekan pada daerah ulu hati

· Tanpa diikuti dengan ikterus

· Pembesaran ini diduga berkaitan dengan strain serotipe virus dengue

4. Syok : Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan kebocoran plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda syok adalah:

· Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki

· Gelisah dan Sianosis disekitar mulut

· Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba

· Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang dari 80 mmHg)

· Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)

5. Trombositopeni: Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya terjadi pada hari ke tiga sampai ke tujuh.

6. Hemokonsentrasi : Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator kemungkinan terjadinya syok.

7. Gejala-gejala lain :

· Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.

· Penurunan kesadaran

Derajat DHF Menurut WHO dibagi menjadi 4 Derajat :

Derajat 1 :

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji Tourniquet positif.

Derajat 2 :

Derajat 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat 3 :

Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah Derajat 4 : Renjatan berat dengan nadi yang tidak diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur PATOFISIOLOGI DBD/DSS DENGUE INFECTION Fever Anorexia fomiting Dehydration Hemorhagic Manifestation Dengue fever DIC GI Bleeding Hepatomegaly Leakge of plasma Hypopolemia shock Anoxia Death DHF/DSS Thrombocytopenia Incraeased Vascular fermeability Hemokonsentrasi Hypoproteinemia Pleural efution Ascites Acidosis Ag Ab complex + complement Grade I II III IV Catatan : Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika dan biokimiawi DBD belum diketahui secara pasti, karena kesukaran mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis seperti pada manusia. Tahap Tumbuh Kembang : Menurut Soetjiningsih : - Masa pra sekolah usia 1 – 6 tahun. - Masa sekolah usia 6 – 18 / 20 tahun - Masa pra remaja : 6 – 10 tahun Menurut Donna L. Wong : - Masa anak-anak awal : 1 – 12 Tahun - Toddler : 1 – 3 tahun - Pra sekolah : 3 – 6 tahun Masa anak-anak tengah : 6 – 12 Tahun (masa sekolah) Tahap pertumbuhan cepat, masa pra-adolesen dan masa adolesen Pertumbuhan fisik/jasmani sangat pesat, dimana anak akan menjadi cepat besar,BB naik dengan pesat,PB bertambah dengan cepat,keadaan anak makannya banyak serta aktivitas bertambah, mengikuti satu irama pertumbuhan tertentu dan berlangsung secara bergantian, pertumbuhan otak mulai melambat,sangat lambat pada usia 5 tahun. Rumus untuk menafsir pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak – anak menurut Weech : Perhitungan Berat badan : v Umur 1 – 6 tahun = Umur (tahun) X 2 - 8 : 2 v Umur 6 – 12 tahun = Umur (tahun) X 7 – 5 : 2 Perhitungan Panjang badan : v Umur 1 tahun : 75 cm v Umur 2 – 12 tahun = Umur (tahun) X 6 - 77 Tahap perkembangan v Perkembangan Psikoseksual menurut (Sigmund Freud) : Fase anal (1 – 3 tahun ): Daerah anal aktifitas,pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido yang penting. Menunjukan keakuannya .sikap narsistik (cinta terhadap diri sendiri) dan egoistik.Tugas utama anak : Latihan kebersihan, perkembangan bicara dan bahasa meniru dan mengulang kata sederhana,hubungan interrpersonal anak sangat terbatas,bermain sendiri,belum bisa bermain dengan anak lain. Fase oedipal/falik (3 – 5 tahun) : melakukan rangan autoerotic,bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda,anak pasca oedipal berkelompok dengan sejenis.Pada fase ini anak sering mengalami oedipus komplek bagi anak lelaki dan elektra komplek bagi anak perempuan. Fase Laten (5 – 12 tahun) : Anak memasuki masa pubertas,memasuki periode integrasi,fase tenang,dorongan libido mereda sementara,erotik zona berkurang,anak tertarik dengan peer group (kelompok sebaya). v Tahap perkembangan Psikososial (Erikson) Tahap ke 2 : Autonomi VS Shame and doubt, ; Toddler year/usia 1 – 3 tahun Perkembangan ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh untuk mandiri,jika ortu terlalu melindungi,menuntut harapan terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu. Tahap ke 3 : Initiative VS Guilt,prescholl/usia prasekolah 4 – 6 ahun;Pada tahap ini anak diperboleh kan memiliki insiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif,bila dilarang/diomeli serta dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu dalam melakukan ketrampilan motorik dan bahasanya; Tahap ke 4 : Industry VS Interiority,school age/usia sekolah 6 – 12 tahun Pada tahap ke-4 ini berfokus pada hasil akhir suatu pencapaian (prestasi=Achievemont),memperoleh kesenangan dari penyelesaian tugasnya /pekerjaannya dan menerima penghargaan untuk usaha atau kepandaiannya,hasil ini adalah pengertian dari persaingan/kompetisi dan kerajinannya v Stimulasi dan perkembangan anak : · Anak umur 12 – 18 Bulan : · Perkembangan anak : Berjalan sendiri tidak jatuh (GK),Mengambil benda kecil dengan jari dan telunjuk (GH),mengungkapkan keinginan scr sederhana (BBK),minum sendiri dari gelas tidak tumpah (BM). Stimulasi dini : Melatih anak naik turun tangga (GK),bermain dng anak melempar dan menangkap bola besar kemudian kecil(GH),melatih anak menunjuk dan menyebut nama-nama bagian tubuh (BBK),memberi kesempatan anak melepas pakaian sendiri. · Anak umur 18 – 24 Bulan : Perkembangan anak : Berjalan mundur 5 langkah (GK),mencoret-coret dng alat tulis (GH),menunjuk bagian tubuh dan menyebut namanya (BBK),meniru melakukan pekerjaan rumah tangga (BM). Stimulasi dini : Melatih anak berdiri dengan satu kaki(GK),mengajari anak menggambar bulatan,garis segi tiga dan gambar wajah(GH),melatih anak mengikuti perintah sederhana (BBK),melatih anak mau ditinggalkan ibunya sementara waktu (BM). · Anak umur 2 – 3 tahun : Perkembangan anak : berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitnya 2 hitungan (GK),meniru membuat garis lurus(GH),menyatakan keinginan sedikitnya dengan 2 kata (BBK),melepas pakaian sendiri(BM). Stimulasi dini : Melatih anak melompat dng satu kaki (GK),mengajak anak bermain menyusun dan menumpuk balok(GH),melatih anak mengenal bentuk dan warna (BBK),melatih anak mencuci tangan dan kaki serta mengeringkan sendiri(BM). · Anak umur 3-4 tahun : Perkembangan anak : berjalan jinjit(GK),Menggunting dan membuat buku cerita dng gambar(GK),mengenal bentuk dan warna(BBK),mengenal sopan santun,berterima kasih dan mencium tangan (BM). · Anak umur 4-5 tahun : Perkembangan anak : Melompat dengan satu kaki(GK),dpt mengancing baju(GH),bercerita sederhana(BBK),mencuci tangan sendiri(BM). Stimulasi dini : Biarkan anak melakukan permainan ketangkasan dan kelincahan(GK),bantu belajar menggambar(GH),mengerti satu dan separuh dng cara membagi kue/kertas(BBK),latih untuk mandiri,mis.bermain ketetangga(BM). · Anak umur 5 – 6 tahun : Perkembangan anak : menangkap bola kasti pada jarak satu meter(GK),membuat gambar segi empat(GH),mengenal angka dan huruf Serta berhitung(BBK),berpakaian sendiri tanpa dibantu(BM). Stimulasi dini : melakukan permainan,mis.kasti (GK),membuat sesuatu dari lilin/tanah liat(GH),melatih untuk mengenal waktu,hari,minggu dan bulan (BBK),bercakap-cakap bergaul dengan teman sebaya. PENGKAJIAN I. Identitas Umur, sering terjadi pada anak-anak umur 1 – 4 tahun dan 5 – 10 tahun, tidak terrdapat perbedaan jenis kelamin tetapi kematian lebih sering terjadi pada anak perempuan, lingkungan tempat tinggal pasien merupakan endemic DHF dan sering terjadi pada musin hujan II.Riwayat Keperawatan 1. Keluhan utama : demam tinggi dan mendadak, perdarahan (bintik-bintik merah pada ekstremitas atas, dada dan mimisan/perdarahan gusi), kadang-kadang disertai dengan penurunan kesadaran serta kejang. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Badan panas tinggi secara mendadak dalam waktu 2 – 7 hari, terdapat bintik merah pada ektremitas,dada,selaput mukosa mulut kering,mimisan,gusi ber darah,berak darah, pembesaran hepar, kadang disertai kejang dan penurunanan kesadaran 3. Riwayat penyakit dahulu Pernah menderita DHF untuk pertama kali pada usia lebih dari 1 tahun merupakan faktor utama patogenesis penyakit ini,malnutrisi. 4. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada keluarga yang terserang DHF 5. Riwayat kesehatan lingkungan Apakah lingkungan tempat tinggal sedang terserang wabah DHF. III.Pemeriksaan fisik Keadaan umum dan tanda-tanda vital : Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan; suhu tinggi; nadi cepat,lemah,kecil sampai tidak teraba;tekanan darah menurun (sistolok menurunb sampai 80 mmHg atau kurang. Body system : Pernapasan (B1 : Breathing) Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada sistem pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai keluhan sesak napas sehingga memerlukan pemasangan O2. Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan pharingitis karena demam yang tinggi,suara napas tambahan (ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat disertai penurunan kesadaran. Cardiovaskuler (B2 : Bleeding) Anamnesa : Pada derajat 1dan 2 keluhan memdadak demam tinggi 2 – 7 hari badan lemah,pusing,mual – muntah,derajat 3 dan 4 orang tua/keluarga melaporkan pasien mengalami penurunan kesadaran gelisah dan kejang. Pemeriksaan fisik : Derajat 1 Uji torniquet positif,merupakan satu-satunya manifestasi perdarahan. Derajat 2 ptekie,purpura,echymosis dan perdarahan konjungtiva Derajat 3 kulit dingin pada daerah akral,nadi cepat,hipotensi,sakit kepala ,menurunnya volome plasma,meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,trombositopenia dan diatesis hemoragic. Derajat 4 nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur. Persarafan (B3: Brain) Anamnesa :Pasien gelisah, cengeng dan rewel karena demam tinggi derajat 1dan 2 serta penurunan tingkat kesadaran pada derajat 3 dan 4. Pemeriksaan fisik : Pada derajat 2 konjungtiva mengalami perdarahan, sedang penurun-anTingkat kesadaran (composmentis, ke-apatis, ke-somnolent,kesopor kekoma )atau gelisah,GCS menurun,pupil miosis atau midriasis,reflek fisiologis atau patologis sering terjadi pada derajat 3 dan 4. 2.4.Perkemihan – Eliminasi Uri (B4: Bladder) Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing. Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun(oliguria sampai anuria),warna berubah pakat dan berwana coklat tua pada derajat 3 dan 4. 2.5.Pencernaan – Eliminasi Alvi (B5: Bowel) Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah/tidak ada nafsu makan,haus,sakit menelan,derajat 3 terdapat nyeri tekan pada ulu hati. Pemeriksaan fisik : Derajat 1 dan 2 Mukosa mulut kering,hiperemia tenggorokan, derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan Nyeri tekan,sakitmenelan, pembesaran limfe,nyeri tekan epigastrik, hematemisis dan melena. 2.6.Tulang – otot – integumen (B6: Bone) Anamnesa : pasien mengeluh otot,persendian dan punggung,kepanas-an,wajah tampak merah pada derajat 1 dan 2,derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot/kelemahan otot dan tulang akibat kejang atau tirah baring lama. Pemeriksaan fisik : Nyeri pada sendi, otot,punggung dan kepala;kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat disertai tanda kesakitan,pegal seluruh tubuh derajat 1 dan 2 sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami parese atau kekakuan bahkan kelumpuhan. .IV. Data Penunjang · Hematokrit Normal :PCV/Hm= 3 X Hb · Trombositopenia menurun atau kurang dari 100.000/mm3 · Masa perdarahan dan protombin memanjang · Lekopeni kadang-kadang lekositosis ringan Prioritas masalah Keperawatan : 1. Mencegah terjadinya hipopolemik syok 2. Intik nutrisi yang adekuat. 3. Mencegah komplikasi, perdarahan dan infeksi. 4. Imformasi tentang proses penyakit 5. Cemas Penatalaksanaan Pengobatan DHF hanya bersifat simtomatis dan suportif, yaitu : 1. Pemberian cairan yang cukup, diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah,pasien perlu diberikan minum sebanyak mungkin (1 – 2 liter dalam 24 jam) berupa air teh dengan gula,sirup atau susu dapat pula diberi oralit. 2. Antipiretik, seperti golongan acetaminofen (paracetamol),jangan berikan sembarang golongan salisilat karena dapat menyebabkan perdarahan. 3. Surface cooling 4. Antikonvulsan, bila pasien kejang dapat diberikan : Ø Diazepam (Valium) Ø Fenobarbital (luminal) Diagnosa Keperawatan : NO DIAGNOSA KEPERAWATAN HASIL YANG DIHARAPKAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL 1. Peningkatan suhu tubuh (hiperter-mia) sehubungan dengan proses pe-nyakit (viremia). -Suhu tubuh normal (36- 37 oC). -Pasien bebas dari demam. 1.Mengkaji saat timbulnya demam 2.Mengobservasi tanda-tanda vi-tal: suhu, nadi, tensi, pernapasan seti-ap 3 jam atau lebih sering. 3.Memberikan penjelasan tentang penyebab demam atau pening-katan suhu tubuh. 4.Memberikan penjelasan pada pasi-en/keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam & menganjurkan pasien /keluarga untuk kooperatif. 5.Menjelaskan pentingnya tirah ba-ring bagi pasien & akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan. 6.Menganjurkan pasien untuk ba-nyak minum ± 2,5 l/24 jam & jelaskan manfaatnya bagi pasi-en. 7.Memberikan kompres dingin (pada daerah axila & lipat paha). 8.Menganjurkan untuk tidak mema-kai selimut & pakaian yang tebal. 9. Mencatat asupan & keluaran. 10. Memberikan terapi cairan in-travena & obat-obatan sesuai dengan program dokter (masalah kolaborasi). Untuk mengidentifikasi pola de-mam pasien. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. Penjelasan tentang kondisi yang dialami pasiendapat membantu pa-sien/keluarga mengurangi kecema-san yang timbul. Keterlibatan keluarga sangat be-rarti dalam proses penyembuhan pasien di rumah sakit. Penjelasan yang diberikan pada pasien/keluarga akan memotivasi pasien untuk kooperatif. Peningkatan suhu tubuh mengaki-batkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. Kompres dingin akan membantu menurunkan suhu tubuh. Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh. Untuk mengetahui adanya ketidak-seimbangan cairan tubuh. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi. Pemberian cairan merupakan we-wenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan se-hubungan dengan mual, muntah, anoreksia & sakit saat menelan. Kebutuhan nutrisi pasien ter-penuhi; pasien mampu meng-habiskan makanan sesuai de-ngan porsi yang diberikan/di-butuhkan. 1. Mengkaji keluhan mual, sakit me-nelan & muntah yang dialami oleh pasien. 2.Mengkaji cara/bagaimana makanan dihidangkan. 3.Memberikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur, tim & dihi-dangkan saat masih hangat. 4.Memberikan makanan dalam porsi kecil & frekuensi sering. 5. Menjelaskan manfaat makanan/ nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit. 6. Memberikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha mengha-biskan makanannya. 7.Mencatat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien se-tiap hari. 8. Memberikan nutrisi parenteral (kolaborasi dengan dokter). 9. Memberikan obat-obat antasida (anti emetik) sesuai program dokter. 10. Mengukur berat badan pasien se-tiap hari (bila mungkin). Untuk menetapkan cara mengatasi-nya. Cara menghidangkan makanan d-pat mempengaruhi nafsu makan pasien. Membantu mengurangi kelelahan pasien & meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan. Untuk menghindari mual & muntah. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat. Memotivasi & meningkatkan se-mangat pasien. Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien. Nutrisi parenteral sangat bermanfa-at/dibutuhkan pasien terutama jika intake per oral sangat kurang. Je-nis & jumlah pemberian nutrisi parenteral merupakan wewenang dokter. Obat antasida (anti emetik) mem-bantu pasien mengurangi rasa mual & muntah. Dengan pemberian obat tersebut diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. Untuk mengetahui status gizi pa-sien. 3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan & obat-obatan pasien sehubungan de-ngan kurangnya informasi. Pengetahuan pasien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan & obat-obatan bagi penderita DHF meningkat serta pasien/keluarga mampu mence-ritakannya kembali. 1. Mengkaji tingkat pengetahuan pa-sien/keluarga tentang penyakit DHF. 2.Mengkaji latar belakang pendidikan pasien/keluarga. 3. Menjelaskan tentang proses penya-kit, diet, perawatan & obat-obatan pada pasien dengan bahasa & ka-ta-kata yang mudah dimengerti/ dipahami. 4. Menjelaskan semua prosedur yang akan dilakukan & manfaat nya bagi pasien. 5.Memberikan kesempatan pada pa-ien/keluarga untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui sehu-ungan dengan penyakit yang di-alami pasien. 6. Menggunakan leaflet atau gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada/memungkinkan). Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu me-ngetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan tentang penyakit yang diketahui pasien serta kebe-naran in-formasi yang telah dida-patkan sebelumnya. Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan mereka sehingga penje-lasan dapat dipahami & tujuan yang direncanakan tercapai. Agar informasi dapat diterima de-ngan mudah & tepat sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman. Dengan mengetahui prosedur atau tindakan yang akan dialami, pasien akan lebih kooperatif & kecema-annya menurun. Mengurangi kecemasan & memo-tivasi pasien untuk kooperatif se-lama masa perawatan atau penyem-buhan. Gambar-gambar atau media cetak seperti leaflet dapat membantu me-ngingat penjelasan yang telah dibe-rikan karena dapat dilihat atau di baca berulang kali. 4. Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan trombositopenia. -Tidak terjadi tanda-tanda perda-rahan lebih lanjut (secara kli-nis). -Jumlah trombosit meningkat. 1. Memonitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis. 2.Memberikan penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada pasien. 3. Memonitor jumlah trombosit se-tiap hari. 4.Menganjurkan pasien untuk banyak istirahat. 5.Memberikanpenjelasan pada pasien /keluarga untuk segera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut seperti: hematemesis, melena, epistaksis. 6. Menjelaskan obat-obat yang dibe-rikan & manfaatnya serta akibat-nya bagi pasien. 7.Mengantisipasi/mencegah terjadi-nya perlukaan atau perdarahan: - menggunakan sikat gigi lunak. - memelihara kebersihan mulut. - menghindari tindakan invasif melalui rektum seperti: pemberian obat suppositoria, enema, rektal termometer. - menggunakan pencukur lis-trik (jika pasien butuh bercu-kur). - memberikan tekanan 5-10 me- nit setiap kali selesai mengambil darah. Penurunan jumlah trombosit meru-pakan tanda-tanda adanya keboco-ran pembuluh darah yang pada ta-hap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis berupa perdara-han (nyata) seperti epistaksis, peti-kiae, dll. Agar pasien/keluarga mengetahui hal-hal yang mungkin terjadi pada pasien & dapat membantu mengan-tisipasi terjadinya perdarahan ka-rena trombositopenia. Dengan jumlah trombosit yang di pantau setiap hari, dapat di ketahui tingkat kebocoran pembuluh darah & kemungkinan perdarahan yang dapat dialami pasien. Aktivitas pasien yang tidak terkon-trol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Keterlibatan keluarga dengan se-gera melaporkan terjadinya perda-rahan (nyata) akan membantu pa-sien mendapatkan penanganan se-dini mungkin. Dengan mengetahui obat-obatan yang diminum & manfaatnya, ma-ka pasien akan termotivasi untuk mau minum obat sesuai dosis atau jumlah yang diberikan. 5. Gangguan aktifitas sehari-hari sehu-bungan dengan kondisi tubuh yang lemah. -Kebutuhan aktifitas sehari-hari terpenuhi. -Pasien mampu mandiri sete-lah bebas demam. 1. Mengkaji keluhan pasien. 2. Mengkaji hal-hal yang mampu/ tidak mampu dilakukan oleh pa-sien sehubungan dengan kelemah-an fisiknya. 3. Membantu pasien memenuhi kebutuhan aktifitasnya sehari-hari sesuai dengan tingkat ke-terbatasan pasien seperti mandi, makan, eliminasi. 4. Membantu pasien untukk mandiri sesuai dengan perkembangan ke-majuan fisiknya. 5. Memberi penjelasan tentang hal-hal yang dapat membantu & me-ningkatkan kekuatan fisik pasien. 6. Meletakkan barang-barang di tem-pat yang mudah terjangkau oleh pasien. 7. Menyiapkan bel di dekat pasien. Untuk mengidentifikasi masa-lah-masalah pasien. Untuk mengetahui tingkat keter-gantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Pemberian bantuan sangat di perlu-kan oleh pasien pada saat kondisi-nya lemah & perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mem-buat pasien mengalami keter-gantungan pada perawat. Dengan melatih kemandirian pasien maka pasien tidak me-ngalami ketergantungan pada perawat. Dengan penjelasan yang diberikan kepada pasien, maka pasien termo-tivasi untuk kooperatif selama pe-rawatan terutama terhadap tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan fisiknya seperti pasien mau meng-habiskan porsi makan-nya. Akan membantu pasien untuk me-menuhi kebutuhannya sendiri tanpa orang lain. Agar pasien dapat segera meminta bantuan perawat saat membutuh-kannya. 6. Gangguan rasa nyaman: nyeri sehu-bungan dengan mekanisme patolo-gis (proses penyakit). -Rasa nyaman pasien terpenuhi. -Nyeri berkurang atau hilang. 1. Mengkaji tingkat nyeri yang di ala-mi pasien dengan memberi ren-tang nyeri (0-10), biarkan pasien menentukan tingkat nyeri yang di alaminya, tetapkan tipe nyeri yang dialami pasien, respons pasien terhadap nyeri yang dialami. 2. Mengkaji faktor-faktor yang mem-pengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri (budaya, pendidikan, dll). 3. Memberikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang. 4. Memberikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri (libatkan keluarga). Menganjurkan pasien untuk mem-baca buku, mendengar musik, nonton TV (mengalihkan perhatian). 5. Memberikan kesempatan pada pa-sien untuk berkomunikasi dengan teman-temannya/orang terdekat. 6. Memberikan obat-obat analgetik (kolaborasi dokter). Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berba-gai faktor, dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka perawat dapat mela-kukan intervensi yang sesuai de-ngan masalah klien. Respon in-dividu ter-hadap nyeri sangat ber-beda atau bervariasi, sehingga pe-rawat perlu mengkaji lebih lanjut menghindari kesalahan persepsi terhadap kondisi yang dialami pa-sien. Misalnya pasien yang berteri-ak karena nyeri belum tentu me-ngalami nyeri yang lebih hebat dari pasien lain yang menutup mata, menggigit bibir atau berpegangan erat. Untuk mengurangi rasa nyeri. Dengan melakukan aktifitas lain, pasien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami. Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pa-sien gembira/bahagia & dapat me-ngalihkan perhatiannya terhadap nyeri. Obat-obatan analgetik dapat mene-kan/mengurangi nyeri pasien. Per-lu adanya kolaborasi dengan dokter karena pemberian obat merupakan wewenang dokter. 7. Potensial terjadi syok hipovolemik sehubungan dengan perdarahan hebat. -Tidak terjadi syok hipovolemik. -Tanda-tanda vital dalam ba-tas normal. -Keadaan umum baik. 1. Monitor keadaan umum pasien. 2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-3 jam. 3. Monitor tanda-tanda perdarahan 4. Jelaskan pada pasien/keluarga tentang tanda-tanda perdarahan yang mungkin dialami pasien. 5.Anjurkan pasien/keluarga untuk se-gera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan. 6. Pasang infus, beri terapi cairan in-travena jika terjadi perdarahan (kolaborasi dengan dokter). 7. Segera puasakan jika terjadi perda-rahan saluran pencernaan. 8. Cek Hb, Ht, trombosit (sito). 9. Perhatikan keluhan pasien seperti mata berkunang-kunang, pusing, lemah, ekstremitas dingin, sesak nafas. 10. Berikan tranfusi sesuai dengan program dokter. 11. Monitor masukan & keluaran, catat & ukur perdarahan yang terjadi, produksi urin. 12. Berikan obat-obatan untuk me-ngatasi perdarahan sesuai dengan program dokter. 13. Bila terjadi tanda-tanda syok hipovolemik, baringkan pasien terlentang atau posisi datar. 14. Berikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan. 15. Segera lapor dokter jika tam-pak tanda-tanda syok hipovolemik & observasi ketat pasien serta perce-pat tetesan infus sambil menunggu program dokter selanjutnya. Untuk memantau kondisi pasien selama masa perawatan teruta-ma saat terjadi perdarahan. Dengan memonitor keadaan umum pasien, perawat dapat segera me-ngetahui jika terjadi tanda-tanda pre syok/syok sehingga dapat se-gera di tangani. Tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan umum pasien baik, perawat perlu terus mengob-servasi tanda-tanda vital selama pasien mengalami perdarahan un-tuk memastikan tidak terjadi pre syok/syok. Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera diatasi, sehingga pasi-en tidak sampai ke tahap syok hi-povolemik akibat perdarahan he-bat. Dengan memberi penjelasan & me-libatkan keluarga diharapkan tan-da-tanda perdarahan dapat diketa-hui lebih cepat & pasien/ keluarga menjadi kooperatif se-lama pasien di rawat. Keterlibatan keluarga untuk segera melaporkan jika terjadi perdarahan terhadap pasien sangat membantu tim perawatan untuk segera mela-kukan tindakan yang tepat. Pemberian cairan intravena sangat diperlukan untuk mengatasi kehi-langan cairan tubuh yang hebat yai-tu untuk mengatasi syok hipovo-lemik. Pemberian infus dilakukan dengan kolaborasi dokter. Puasa membantu mengistirahatkan saluran pencernaan untuk semen-tara selama perdarahan berasal dari saluran cerna. Untuk mengetahui tingkat kebo-coran pembuluh darah yang di alami pasien & untuk acuan me-lakukan tindakan lebih lanjut terhadap perdarahan tersebut. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh perdarahan tersebut pada pasien sehingga tim kesehatan le-bih waspada. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang. Pengukuran & pencatatan sangat penting untuk mengetahui jumlah perdarahan yang dialami pasien. Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh. Produksi urin yang lebih pekat & lebih sedikit dari normal (sangat sedikit) menunjukkan pasien kekurangan cairan & mengalami syok. Hati-hati terha-dap perdarahan di dalam. Untuk membantu menghentikan perdarahan. Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk. Pemberian O2 akan membantu ok-sigenasi jaringan, karena dengan terjadinya perdarahan hebat maka suplai oksigen ke jaringan terganggu. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.

Selasa, 24 Mei 2011

KB Metode Kalender

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak dahulu orang sudah dipercaya akan adanya hari-hari subur dan tidak subur bagi wanita, karena itu cara metode kalender mempunyai sejarah yang sudah tua pemakaiannya sebagai kontrasepsi zaman dulu.
Metode kalender hanya dapat memprediksi kapan masa subur dalam siklus menstruasinya sehingga kemungkinan besar bisa hamil.
Kita sebagai mahasiswa khususnya mahasiswa kebidanan sangat penting sekali mengetahui kontrasepsi Metode Kalender karena akan sangat membantu sekali dalam masalah Keluarga Berencana. Dalam makalah ini akan membahas tentang Kontrasepsi dengan Metode Kalender

1.2 Tujuan
Agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca khususnya tentang Kontrasepsi Metode Kalender dan dapat mengambil manfaat serta meningkatkan ilmu pengetahuan.
BAB II
ISI
2.1 Mekanisme Kerja Metode Kalender
Prinsip kerja metode kalender ini berpedoman kepada kenyataan bahwa wanita dalam siklus haidnya mengalami ovulasi (subur) hanya satu kali sebulan, dan biasanya terjadi beberapa hari sebelum atau sesudah hari ke-14 dari haid yang akan datang.
Sel telur dapat hidup selama 6-24 jam, sedangkan sel mani selama 48-72 jam, jadi suatu konsepsi mungkin akan terjadi kalau koitus dilakukan 2 hari sebelum ovulasi. Hendaknya sebelum memakai cara para pemakai harus diberikan penerangan medik yang jelas tentang cara ini.
2.1.1 Kemudahan Metode Kalender
Tampaknya metode ini mudah dilaksanakan, tetapi dalam prakteknya sukar menentukan pada saat ovulasi dengan tetap. Hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur, lagi pula dapat terjadi variasi, lebih-lebih setelah persalinan dan pada tahun-tahun menjelang menopaus.
2.1.2 Kesulitan Metode Kalender
Kesulitan cara ini adalah bahwa waktu yang tepat dari ovulasi sulit untuk ditentukan, ovulasi umumnya terjadi 14 ±2 hari sebelum hari pertama haid yang akan datang. Dengan demikian pada wanita dengan haid yang tidka teratur, saat terjadi ovulasi, sulit atau sama sekali tidak dapat diperhitungkan. Selain itu, ada kemungkinan bahwa pada wanita dengan haid teratur oleh salah satu sebab (misalnya karena sakit) ovulasi tidak datang pada saat semestinya.
2.2 Cara Menentukan Masa Aman Metode Kalender
Mula-mula dicatat lama siklus haid selama 3 bulan terakhir. Tentukan lama siklus haid terpendek dan terpanjang, kemudian siklus haid terpendek dikurangi dengan 18 hari, dan siklus haid terpanjang dikurangi 11 hari. Dua angka yang diperoleh merupakan range masa subur. Dalam waktu masa subut tersebut harus pantang senggama diluarnya merupakan masa aman.
2.2.1 Cara menghitung hari aman dan hari berpantang sistem kalender.
Siklus terpendek | Hari pertama masa subur | Siklus terpanjang | Hari terakhir masa subur
21 hari |Hari ke 3 | 21 |Hari ke 10
22 hari |Hari ke 4 | 22 |Hari ke 11
23 hari |Hari ke 5 | 23 |Hari ke 12
24 hari |Hari ke 6 | 24 |Hari ke 13
25 hari |Hari ke 7 | 25 |Hari ke 14
26 hari |Hari ke 8 | 26 |Hari ke 15
27 hari |Hari ke 9 | 27 |Hari ke 16
28 hari |Hari ke 10 | 28 |Hari ke 17
29 hari |Hari ke 11 | 29 |Hari ke 18
30 hari |Hari ke 12 | 30 |Hari ke 19
31 hari |Hari ke 13 | 31 |Hari ke 20
32 hari |Hari ke 14 | 32 |Hari ke 21
33 hari |Hari ke 15 | 33 |Hari ke 22
34 hari |Hari ke 16 | 34 |Hari ke 23
35 hari |Hari ke 17 | 35 |Hari ke 24
Setelah menentukan hari pertama haid, hari pertama masa subut dan terakhir masa subur, segeralah pindahkan ke kalender untuk ikut secara ketat yaitu tidak bersenggama pada hari subur (tidak berpantangan).
2.2.2 Metode Sistem Kalender-pantang berkala siklus haid 28 hari
Minggu | | 7 |14 |21 |28
Senin |1 |8 |15 |22 |29
Selasa |2 |9 |16 |23 |30
Rabu |3 |10 |17 |24 |31
Kamis |4 |11 |18 |25
Jum’at |5 |12 |19 |26
Sabtu |6 |13 |20 |27
Hari aman : Tanggal yang tidak dikurang, pada hari-hari ini boleh koitus
Hari bahaya : Tanggal 10.11.12.13, pada hari-hari ini berpantang koitus
Hari ke 1 : Hari pertama haid
Hari 10, 11 : Koitus pada hari-hari ini memungkinkan sperma yang masih hidup dapat membuahi sel telur (ovum)
Hari 12, 13, 14 : Ovulasi dapat terjadi setiap saat
Hari 15, 16 : Ovulasi masih mungkin terjadi
Hari 17 : Sel telur masih mungkin ada dan hidup
Hari 29 : Mulai haid lagi ( hari ke 1 haid)
Pada contoh diatas digambarkan bagaimana memahami sistem kalender pada seorang wanita dengan siklus haid 28 hari
2.3 Rumus atau Cara Menghitung Metode Kalender
Masa berpantang dihitung dengan memakai rumus sebagai berikut:
a. Hari pertama mulai subur = siklus haid terpendek – 18
b. Hari subur terakhir = siklus haid terpanjang – 11
Sebenarnya cara ini hanya cocok bagi wanita yang siklus haidnya teratur. Sebelum melalui cara ini hendeknya wanita mencatat pada siklus haidnya paling sedikit 6 bulan dan sebaiknya selama 12 bulan. Setelah ini dicatat barulah ditentukan kapan mulainya hari subur pertama dan haru subur terakhir dengan mempergunakan cara diatas.
Contoh :
1. Ibu Kayla mempunyai siklus haid yang amat teratur setiap bulan, selama 28 hari sesuai dengan bulan Arab. Maka siklus haid terpendek ibu Kayla adalah 28 hari, dan panjang juga 28 hari (haidnya sangat teratur).
Maka bila ibu Kayla akan memakai cara sistem kalender bila dipakai rumus diatas hasilnya :
§ Mulai berpantang pada hari pertama ibu Kaylai subur 28-18 hari = 10 dari hari pertama haid
§ Mulai berakhir hari subur :
28 – 11 = hari ke 17
Jadi masa berpantang adalah mulai hari pertama haid dan ini harus ditandai dengan spidol merah pada kalender di rumahnya.
2. Ibu Sisy mempunyai siklus haid yang tidak teratur. Setelah dicatat selama 6 bulan – 12 bulan diperoleh siklus haid terpendek adalah 22 hari dan terpanjang 40 hari.
Bila ibu Sisy ingin memakai sistem kalender untuk mencegah kehamilan, maka dengan memakai rumus diatas diperoleh :
§ Hari pertama subur = 22 – 18 hari = hari ke 4
§ Hari terakhir hari subur = 40 – 11 = hari ke 29
Lamanya berpantang koitus mulai hari ke 4 – hari ke 29 adalah selama 25 hari dalam satu bulan.
2.4 Efektivitas
Bagi wanita dengan siklus haid teratur, efektifitasnya lebih tinggi dibandingkan wanita yang siklus haidnya tidak teratur. Angka kegagalan berkisar antara 6 – 42
2.5 Efek Samping
Terlalu lama berpantang kadang kala tidak terlalu lebar (lama).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode kalender hanya dapat diprediksi kapan masa subur wanita dalam siklus menstruasinya sehingga kemungkinan besar bisa hamil.
Metode ini memiliki banyak keterbatasan karena panjang siklus menstruasinya. Oleh karena siklus menstruasi yang cukup teratur sangat diperlukan untuk perkiraan waktu ovulasi yang dapat diandalkan, waita dengan kondisi berikut tidak dapat bergantung pada metode kalender.
3.2 Saran
Bagi wanita dengan siklus haid teratur, efektifitasnya lebih tinggi dibandingkan wanita yang siklus haidnya tidak teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Varney, Helen : Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC, 2006.
Mochtar, Rustam : Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC, 1998.
Wiknjosastro, Hanifa : Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005.
Wikhjosastro, Hanifa : Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005.

LAPORAN PENDAHULUAN HYPERBILIRUBINEMIA

1.2 Tujuan
Agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca khususnya tentang Kontrasepsi Metode Kalender dan dapat mengambil manfaat serta meningkatkan ilmu pengetahuan.

BAB II
ISI
2.1 Mekanisme Kerja Metode Kalender
Prinsip kerja metode kalender ini berpedoman kepada kenyataan bahwa wanita dalam siklus haidnya mengalami ovulasi (subur) hanya satu kali sebulan, dan biasanya terjadi beberapa hari sebelum atau sesudah hari ke-14 dari haid yang akan datang.
Sel telur dapat hidup selama 6-24 jam, sedangkan sel mani selama 48-72 jam, jadi suatu konsepsi mungkin akan terjadi kalau koitus dilakukan 2 hari sebelum ovulasi. Hendaknya sebelum memakai cara para pemakai harus diberikan penerangan medik yang jelas tentang cara ini.
2.1.1 Kemudahan Metode Kalender
Tampaknya metode ini mudah dilaksanakan, tetapi dalam prakteknya sukar menentukan pada saat ovulasi dengan tetap. Hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur, lagi pula dapat terjadi variasi, lebih-lebih setelah persalinan dan pada tahun-tahun menjelang menopaus.
2.1.2 Kesulitan Metode Kalender
Kesulitan cara ini adalah bahwa waktu yang tepat dari ovulasi sulit untuk ditentukan, ovulasi umumnya terjadi 14 ±2 hari sebelum hari pertama haid yang akan datang. Dengan demikian pada wanita dengan haid yang tidka teratur, saat terjadi ovulasi, sulit atau sama sekali tidak dapat diperhitungkan. Selain itu, ada kemungkinan bahwa pada wanita dengan haid teratur oleh salah satu sebab (misalnya karena sakit) ovulasi tidak datang pada saat semestinya.
2.2 Cara Menentukan Masa Aman Metode Kalender
Mula-mula dicatat lama siklus haid selama 3 bulan terakhir. Tentukan lama siklus haid terpendek dan terpanjang, kemudian siklus haid terpendek dikurangi dengan 18 hari, dan siklus haid terpanjang dikurangi 11 hari. Dua angka yang diperoleh merupakan range masa subur. Dalam waktu masa subut tersebut harus pantang senggama diluarnya merupakan masa aman.
2.2.1 Cara menghitung hari aman dan hari berpantang sistem kalender.
Siklus terpendek | Hari pertama masa subur | Siklus terpanjang | Hari terakhir masa subur
21 hari |Hari ke 3 | 21 |Hari ke 10
22 hari |Hari ke 4 | 22 |Hari ke 11
23 hari |Hari ke 5 | 23 |Hari ke 12
24 hari |Hari ke 6 | 24 |Hari ke 13
25 hari |Hari ke 7 | 25 |Hari ke 14
26 hari |Hari ke 8 | 26 |Hari ke 15
27 hari |Hari ke 9 | 27 |Hari ke 16
28 hari |Hari ke 10 | 28 |Hari ke 17
29 hari |Hari ke 11 | 29 |Hari ke 18
30 hari |Hari ke 12 | 30 |Hari ke 19
31 hari |Hari ke 13 | 31 |Hari ke 20
32 hari |Hari ke 14 | 32 |Hari ke 21
33 hari |Hari ke 15 | 33 |Hari ke 22
34 hari |Hari ke 16 | 34 |Hari ke 23
35 hari |Hari ke 17 | 35 |Hari ke 24
Setelah menentukan hari pertama haid, hari pertama masa subut dan terakhir masa subur, segeralah pindahkan ke kalender untuk ikut secara ketat yaitu tidak bersenggama pada hari subur (tidak berpantangan).
2.2.2 Metode Sistem Kalender-pantang berkala siklus haid 28 hari
Minggu | | 7 |14 |21 |28
Senin |1 |8 |15 |22 |29
Selasa |2 |9 |16 |23 |30
Rabu |3 |10 |17 |24 |31
Kamis |4 |11 |18 |25
Jum’at |5 |12 |19 |26
Sabtu |6 |13 |20 |27
Hari aman : Tanggal yang tidak dikurang, pada hari-hari ini boleh koitus
Hari bahaya : Tanggal 10.11.12.13, pada hari-hari ini berpantang koitus
Hari ke 1 : Hari pertama haid
Hari 10, 11 : Koitus pada hari-hari ini memungkinkan sperma yang masih hidup dapat membuahi sel telur (ovum)
Hari 12, 13, 14 : Ovulasi dapat terjadi setiap saat
Hari 15, 16 : Ovulasi masih mungkin terjadi
Hari 17 : Sel telur masih mungkin ada dan hidup
Hari 29 : Mulai haid lagi ( hari ke 1 haid)
Pada contoh diatas digambarkan bagaimana memahami sistem kalender pada seorang wanita dengan siklus haid 28 hari
2.3 Rumus atau Cara Menghitung Metode Kalender
Masa berpantang dihitung dengan memakai rumus sebagai berikut:
a. Hari pertama mulai subur = siklus haid terpendek – 18
b. Hari subur terakhir = siklus haid terpanjang – 11
Sebenarnya cara ini hanya cocok bagi wanita yang siklus haidnya teratur. Sebelum melalui cara ini hendeknya wanita mencatat pada siklus haidnya paling sedikit 6 bulan dan sebaiknya selama 12 bulan. Setelah ini dicatat barulah ditentukan kapan mulainya hari subur pertama dan haru subur terakhir dengan mempergunakan cara diatas.
Contoh :
1. Ibu Kayla mempunyai siklus haid yang amat teratur setiap bulan, selama 28 hari sesuai dengan bulan Arab. Maka siklus haid terpendek ibu Kayla adalah 28 hari, dan panjang juga 28 hari (haidnya sangat teratur).
Maka bila ibu Kayla akan memakai cara sistem kalender bila dipakai rumus diatas hasilnya :
§ Mulai berpantang pada hari pertama ibu Kaylai subur 28-18 hari = 10 dari hari pertama haid
§ Mulai berakhir hari subur :
28 – 11 = hari ke 17
Jadi masa berpantang adalah mulai hari pertama haid dan ini harus ditandai dengan spidol merah pada kalender di rumahnya.
2. Ibu Sisy mempunyai siklus haid yang tidak teratur. Setelah dicatat selama 6 bulan – 12 bulan diperoleh siklus haid terpendek adalah 22 hari dan terpanjang 40 hari.
Bila ibu Sisy ingin memakai sistem kalender untuk mencegah kehamilan, maka dengan memakai rumus diatas diperoleh :
§ Hari pertama subur = 22 – 18 hari = hari ke 4
§ Hari terakhir hari subur = 40 – 11 = hari ke 29
Lamanya berpantang koitus mulai hari ke 4 – hari ke 29 adalah selama 25 hari dalam satu bulan.
2.4 Efektivitas
Bagi wanita dengan siklus haid teratur, efektifitasnya lebih tinggi dibandingkan wanita yang siklus haidnya tidak teratur. Angka kegagalan berkisar antara 6 – 42
2.5 Efek Samping
Terlalu lama berpantang kadang kala tidak terlalu lebar (lama).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode kalender hanya dapat diprediksi kapan masa subur wanita dalam siklus menstruasinya sehingga kemungkinan besar bisa hamil.
Metode ini memiliki banyak keterbatasan karena panjang siklus menstruasinya. Oleh karena siklus menstruasi yang cukup teratur sangat diperlukan untuk perkiraan waktu ovulasi yang dapat diandalkan, waita dengan kondisi berikut tidak dapat bergantung pada metode kalender.
3.2 Saran
Bagi wanita dengan siklus haid teratur, efektifitasnya lebih tinggi dibandingkan wanita yang siklus haidnya tidak teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Varney, Helen : Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC, 2006.
Mochtar, Rustam : Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC, 1998.
Wiknjosastro, Hanifa : Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005.
Wikhjosastro, Hanifa : Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005.

Rabu, 26 Januari 2011

HYPERBILIRUBINEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN

HYPERBILIRUBINEMIA

A. Pengertian

Hyperbilirubinemia adalah peningkatan serum bilirubin dalam darah yang ditandai dengan icterus pada kulit, sclera, mukosa dan cairan tubuh (Cindy Smith, 1990).
B. Macam-macam Icterus
Icterus Fisiologis adalah icterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketigaserta tidak mempunyai dasar patologik dan tidak mempunyai dasar potensi untukmenjadi kernicterus.

Icterus disebb\ut fisiologik bila :
a.Timbul pada hari kedua dan ketiga
b.Kadar bilirubin indirect tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulandan 12,5 mg% untuk neonatus kurang bulan.
c.Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari.
d.Kadar bilirubin direct tidak melebihi 5 mg% per hari.
e.Kadar bilirubin direct tidak melebihi 1 mg%.
f.Icterus menghilang pada 10 hari pertama.
Icterus Patologik :
Icterus disebut patologik bila :
a.Terjadi dalam 24 jam hari pertama.
b.Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
c.Icterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
d.Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%.
e.Punya hubungan dengan proses hemolitik.
Breast feeding Assosiated Joundice
Breast Milk Joundice (Wong;1995).
C. Etilogi Hyperbilirubinemia
Produksi bilirubin yang berlebihan, misal : hemolisis yang meningkat padainkompatibilitas darah RH, ABO, golongan darah lain.
Gangguan fungsi hepar, misalnya imaturitas hepar pada bayi prematur, terjadinyainfeksi hepar, tidak terjadinya enzim glukoronil transfferase (sindrom Cringgler-Majjar).
Gangguan transportasi misalnya hipoalbuminemia pada bayi premature.
Gangguan ekskresi bilirubin atau obstruksi.
E.Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian Meliputi :
a.Biodata : untuk mengetahui identitas bayi dan orangtua, sehingga dapat mempermudah dalam memberikan informasi. Tanggal lahir bayi perlu dikaji untuk menentukan bayi lahir aterm atau premature sehingga memperkuat diagnosa icterus fisiologis atau patologis.
b.Riwayat kehamilan dan persalinan, meliputi
Riwayat prenatal :
1.)Usia kehamilan , dapat diketahui usia bayi termasuk aterm atau premature.Pada bayi lahir kurang dari 37 minggu (premature) lebih sering terjadi hiperbilirubin karena kadar albumin dalam darah yang rendah (IKA, FKUI,1985).
2.)Penggunaan obat selama hamil , terutama obat seperti salisilat, sulfafurazole, maka beresiko besar terjadi gangguan transportasi bilirubin.
3.)Penyakit yang pernah diderita selama hamil , terutama yang berkaitan dengan gangguan fungsi hepar .
4.)Kebiasaan ibu selama hamil, nutrisi ibu yang kurang dapat menyebabkan partus prematurus dan nutrisi lebih mengakibatkan preeklamsi.Kebiasaan merokok, mengkonsumsi bahan narkotik, minum alkohol dapat menyebabkan premature (Kapita Selekta ,1994)
Riwayat natal :
Cara pertolongan pertama dalam penjepitan tali pusat yang terlambat sehingga darah itu banyak mengalir ke janin lewatpusat dan akan mengakibatkan terjadinya policitemia yang akan meningkatkan produksi bilirubin (IKA I, FKUI, 1990).
Riwayat post natal :
Dehidrasi pada bayi akan meningkatkan kadar bilirubin serum yang mungkin disebabkan bayi dengan reflek hisap yang menurun .Perawatan byi dengan penggunaan obat – obatan seperti oksitosin, bahan pembersih fenol dapat pula mengakibatkan hiperbilirubinemia (FKUI, 1990).
c.Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji adalah dimana ada faktor-faktor yang meurun atau pembawaan orang tua misalnya, penyakit diabetes melitus pada saat kelahiran menyebabkan hiperglikemi pada bayi, sehingga meningkatnya viskositas darah menghambat konjugasi indirect dalam hepar.
d.Riwayat psikososial
Terjadinya hiperbilirubinemia pada bayi menyebabkan orang tua mengalami perubahan psikologis berupa kecemasan, sedih, kurang pengetahuan tentang perawatan, pengobatan serta komplikasi yang akan timbul (Cindy Smith,1988).
e.Pemeriksaan fisik.
e.Keadaan yang dapat kita temukan pada bayi hiperbilirubinemia, yaitu
1.)Keadaan umum : tubuh tampak kuning , bayi tampak lemah , reflek menghisap dan menelan lemah, sensitif terhadap rangsangan dan tangisan merengek.Suhu tubuh tidak stabil , frekwensi pernapasan menurun, nadi relatif cepat dan tekanan darah menurun.
2.)Kepala dan rambut: rambut kemerahan dan penyebaran masih jarang menandakan kelahiran premature.Hematom menunjukkan trauma persalinan.Pada mata ditemukan sklera tampak icterus, mata cowong, mukosa bibir kering, ubun-ubun cekung, releks menghisap lemah dan lehe kaku (Doenges,1994).
3.)Abdomen: peristaltik meningkat, tali pusat harus dirawat dengan baik untuk mencegah infeksi.
4.)Genetalia: ditemukan warna kemerahan pada kulit daerah anus karena iritasi dari bilirubin dan enzim-enzim yang dikeluarkan feces.
5.)Neurologi: reflek moro menurun, tidak ada kejang pada tahap kritis.
6.)Muskuloskeletal: ada tanda kern ikterus seperti spasme, kejang-kejang, kedutan pada wajah dan ekstremitas, tangan mengepal,extensi dan endotorasi (IKA, 1990).
7.)Integumen: warna kuning seluruh tubuh , lanugo pada wajah, telinga, pelipis, dahi, punggung adalah indikasi bayi premature, kehangatan kulit kurang , jaringan subkutan tipis dan keriput.
f.Pemeriksaan penunjang
1.)Pemeriksaan bilirubin (direct dan indirect)
2.)Pemeriksaan darah lengkap; Hb<, Ht > pada policitemia, anemia berlebihan.
3.)Pemeriksaan golongan darah bayi dan ibu untuk mengidentifikasi inkompabilitas ABO (Doenges,1994)
4.)Protein serum total, kadar (< 0,3 g/dt) menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm. 5.)Pemeriksaan retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh. g.Penatalaksanaan. g.Prinsip penatalaksanaan bayi hiperbilirubinemia (IKA, FKUI, 1985) adalah : 1.)Mempercepat proses konjugasi dengan pemberian fenobarbital. 2.)Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi dengan memberi albumin dan plasma. 3.)Fototerapi untuk mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin direct merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga mudah diekskresi. 3.)Transfusi tukar untuk membuang bilirubin dalam darah dan mengganti dengan darah baru. Diagnosa Keperawatan a.Resiko tinggi injury (ssp: kern ikterus) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin. b.Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan , fototerapi, diarhoe. c.Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan premature, fototerapi. d.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan joundice dan diarhoe. e.Resiko injury pada mata dan genetalia berhubungan dengan fototerapi. f.Perubahan psiklogis (cemas) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang joundice, penatalaksanaan dan perawatan. g.Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipo/hiperventilasi selama transfusi tukar. Rencana Asuhan Keperawatan. a.Dignosa : Resti injury(kern ikterus) b/d peningkatan serum bilirubin. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan serum bilirubin indirect kembali normal. Kriteria Standar : Kadar bilirubin dibawah 12 mg% pada bayi aterm dan kurang 15 mg% pada bayi premature, reflek bayi baik, sklera tidak icterus, tidak terjadi kejang, kedutan tidak ada. Intervensi : ü Identifikasi faktor predisposisi terjadinya hiperbilirubinemia. R : kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier darah otak sehingga meningkatkan resiko terhadap keterlibatan ssp. ü Observasi warna kulit dan sklera mata klien , catat bila ada peningkatan ikterus. R : mendeteksi dini terjadinya kern ikterus ü Observasi warna dari feces dan urine. R : warna yang berubah menadakan peningkatan bilirubin. ü Pertahankan bayi tetap hangat dan kering R : stressor dingin berpotensi melepaskan asam lemak yang bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubinyang bersirkulasi dengan bebas. ü Observasi perubahan perilaku (letargi, hipotonia, hipertonisitas, bayi tidak mau minum , respiratori distres,dll) R : deteksi dini adanya kern ikterus sehingga diperlukan intervensi. ü Kolaborasi foto terapi dan transfusi tukar jika ada indikasi R : fototerapi untuk merubah bentuk senyawa yang larut dalam lemak ke senyawa yang larut dalam air sehingga mudah dieksresi, sedangkan transfusi tukar untuk membuang biliburin dalam darah dan mengganti dengan yang baru b. Diagnosa : Kurang volume cairan tubuh b/d tidak adekuatnya intake cairan , fototerapi, diarhoe. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan tindakan keperawatan klien mendapatkan hidrasi yang adekuat Kriteria Standar : Trugor kulit kembali kurang dari 1 detik, mukosa bibir cekung, bab C 4 x / hari, intake dan output seimbang Intervensi : ü Kaji tingkat dehidrasi R : mengetahui cairan yang dibutuhkan ü Monitor tanda-tanda dehidrasi R : mengetahui tindakan yan akan dilakukan selanjutnya ü Berikan asi / pasi sesuai program R : memenuhi hidrasi dengan intake yang adekuat ü Observasi frekwensi, konsistensi dan warna feces R : perubahan dari frekwensi, konsistensi feces, klien mengalami diarhoe sehingga perlu ditindak lanjuti c. Diagnosa : Perubahan suhu tubuh b/d premature, fototerapi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal Kriteria Standar : Suhu tubuh normal (36 – 37 º c) Intervensi : ü Ciptakan suhu lingkungan yang netral R : pengaruh suhu lingkungan sangat besar terhadap kestabilan suhu tubuh bayi ü Pertahankan bayi tetap hangat dan kering R : kestabilan suhu tubuh klien dapat memberikan kenyamanan bagi klien ü Observasi tanda-tanda vital secara teratur dapat mendeteksi bila terjadi kelainan. R : pengukuran tanda-tanda vital secar teratur dapat mendeteksi bila terjadi kelainan. d. Diagnosa : Kerusakan itegritas kulit b/d joundice dan diarhoe. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan Kriteria Standar : Keadaan kulit kering, bersih anus tidak kemerahan, icterus pada tubuh berkurang. Intervensi ü Observasi warna dan keadaan kulit tiap 8 jam / bila diperlukan R : dapat mengetahui secara dini bila terjadi kelainan ü Ubah posisi setiap 2 jam dengan terlentang / tengkurap, monitor keadaan kulit dan lakukan massage R : mengurangi daerah tertekan ü Perhatikan warna dan frekwensi defekasi R : defekasi encer, sering serta kehijauan serta urine kehijauan menandakan keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi bilirubin ü Jaga kebersihan dan kekeringan tubuh klien R : agar kulit tidak teriritasi oleh bilirubin dan enzim yang dikeluarkan oleh feces ü Berikan perawatan area perianal setelah defekasi R : mencegah iritasi dari defekasi yang sering dan encer ü Pelihara kebersihan kulit bayi, seka setiap hari, ganti popok dan pakain setiap saat jika diperlukan R :kulit tetap bersih dan kering dapat mencegah iritasi kulit e. Diagnosa : Resiko injury pada mata dan genetalia b/d fototerapi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak ada tanda-tanda penurunan sensori visual, tak ada trauma genetalia Kriteria Standar : Reflek mata / pupil ada bila pelindung mata dibuka, adanya respon dengan sentuhan, sensori visual baik, genetalia tidak atropi, eliminasi urin lancar Intervensi : ü Tempatkan bayi pada 18 – 20 inchi dari sumber cahaya. R : merupakan jarak yang tepat untuk keuntungan maksimal ü Berikan penutup mata yang tidak tembus cahaya R : mencegah kemungkinan kerusakan retina dan kongjungttiva dari sinar intensitas tinggi ü Inspeksi mata setiap 2 jam bila penutup mata dibuka R : memberikan rangsang terhadap klien sehingga tidak terjadi penurunan persepsi ü Pantau posisi penutup mata R : pemasangan tidak tepat / pergeseran dapat menyebabkan iritasi, abrasi, kornea, konjungtiutis ü Beri tutup pada testis dan penis bayi R : mencegah kerusakan testis dari panas ü Beri rangsangan kata-kata atau sentuhan klien secara halusselama perawatan R : memberikan respon pada bayi tentang kepekaan terhadap rangsangan. f. Diagnosa : Perubahan psikologis (cemas) b/d kurang pengetahuan keluarga tentang joundice penatalaksanaan dan perawatan. Tujuan : Setelah diberi penjelasan keluarga mengerti tentang penyakit, perawat, pengobatan dan kecemasan berkurang Kriteria Standar : Keluarga mampu menjelaskan tengang penyakit, pengobatann dan perawatan, serta komplikasi yang mungkin timbul, keluarga mengerti pentingnya perawatan dan kecemasan berkurang Intervensi ü Jelaskan pada orang tua tentang penyakit, penyebab komplikasi perawatan dan pengobatan R : menambah pengetahuan keluarga sehingga berpartisipasi terhadap tindakan keperawatan ü Anjurkan keluarga mengunjungi klien R : keterlibatan orang tua sangat penting dan untuk mengetahui keadaan bayi secara langsung ü Diskusi dengan keluarga penatalaksanaan klien bila di rumah R : pemahaman orang tua membantu mengembangkan kerjasama mereka bila bayi dipulangkan ü Anjurkan pada orang tua untuk membantu mengembangkan kerja sama mereka bila bayi dipulangkan R : mengetahui / mengenali tanda-tanda peningkatan biliburin untuk evaluasi medis secara tepat g. Diagnosa : Perubahan perfusi jaringan b/d hipo/hiperventilasi selama transfusi tukar. Tujuan : Pelaksanaan tranfusi tukar berhasil dan komplikasi tidak terjadi Kriteria standar : Joundice berkurang atau hilang kadar serum bilirubin kurang 12 mg/dl pada bayi atern dan kurang 15 mg / dl pada bayi pretern Intervensi ü Perisapkan alat-alat untuk mengukur suhu nadi respirasi dan alat resusitasi R : menyiapkan alat-alat untuk mengukur suhu nadi respirasi dan alat resusitasi ü Cek tipe dan golongan darah sesuai protokol R : mempersiapkan sebelum dilakukan transfusi tukar ü Jamin kesegaran darah (tidak < 2 hari) R : darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis, karenanya meningkatkan kadar biliburin ü Berikan pencucian saline pada tali pusat R : pencucian perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilikus sebelum transfusi ü Pantau tekanan vena, nadi, warna dan frekwensi pernapasan sebelum, selama dan sesudah transfusi R : mengidentifikasi potensial kondisi tidak stabil ü Observasi kejadian selama trnasfusi pencatatan jumlah darah yang diambil dan diinjeksikan R : mencegah kesalahan dalam penggantian cairan ü Monitor kadar bilirubin setelah prosedure kemudian 4 – 6 jam R : kadar biliburin bisa menurun sampai setengah setelah dilakukan tindakan dan dapat meningkatkan setelah dan perlu pengulangan transfusi 4.Pelaksanaan Prinsip-prinsip dalam mengatasi klien dengan hiperbilirubinemia antara lain : menghilangkan penyebab, misal pemberian albumin untuk mengikat bilirubin bebas pencegahan peningkatan kadar bilirubin meningkatkan kerja enzim dengan pemberian phenobarbital melakukan fototerapi dan transfusi tukar 5.Evaluasi Kriteria evaluasi yang diharapkan dari diagnosa yang muncul pada klien hiperbilirubineia : a.serum bilirubin indirect kembali normal : kadar bilirubin dibawah 12 mg % pada bayi aterm dan 15 mg % pada bayi prematore b.kebutuhan cairan terpenuhi c.suhu tubuh normal (36 – 37 º c) d.kebutuhan kulit dapat dipertahankan e.tidak ada tanda penurunan sensori visual dan tidak terjadi trauma pada genetalia f.keluarga mengerti tentang penyakit perawatan dan pengobatan g.pelaksanaan transfusi tukar berhasil dan komplikasi tidak terjadi by:abdulholic

Minggu, 02 Januari 2011

LAPORAN PENDAHULUAN CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A. PENGERTIAN

Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

B. ETIOLOGI

· Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
· Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
· Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
· Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
· Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
· Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
· Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
· Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
c. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Anatomi ginjal


Fisiologi
Unit fungsional ginjal adalah nefron, yang pada manusia setiap ginjal mengandung 1-1,5 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas glomerulus yang mengandung kapsula bowmen dan tubulus. Tubulus terdiri dari tiga bagian yaltu tubulus proksimalis, lengkungan Henley (loop of Henley dan tubulus distalis beberapa tubulus distalis akan besatu membentuk duktus kolektivus. Glomerulus proksirnalis dan distalis terletak pada korteks ginjal sedang lengkung Henley dan duktus kolektivus pada medulla ginjal. (Siregar, H, et all,(1999), hal. 20).
Setiap nefron mempunyai dua komponen utama:
1) Glomerulus ( kapiler glomerulus ) yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah.
2) Tubulus yang panjang dimana cairan hasil filtrasi di ubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.
Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat perbedaan, bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki Glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal ; nefron tersebut mempunyal ansa Henle pendek yang hanya menembus kedalam medulla dengan jarak dekat kira-kira 20-30 % nefron rnernpunyal glomerulus yang terletak dikorteks renal sebelah dalam dekat rnedula dan disebut nefron jukstaglomerulus. Nefron ini mempunyai ansa Henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula, pada beberapa tempat semua berjalan menuju ujung papila renal.
Kecepatan eksresi berbagal zat dalam urin menunjukkan jumlah ketiga proses ginjal yaitu : Filtrasi glomerulus, reabsorpsi zat dari tubulus renal kedalam darah dan sekresi zat dari darah ke tubulus renal. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sjumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowmen. (Guyton & Hall, 1997. hal. 400).
Sistem kemih terdiri dan organ pembentuk urin ginjal dan struktur. yang menyalurkan urin dari ginjal ke luaar tubuli. Setiap ginjal dipasok (diperdarahi) oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing-masing masuk dan keluar ginjal dilakukan rnedial yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti ginjal rnengolah plasma yang mengalir masuk kedalamnya untuk menghasilkan urine, menahan bahan-bahan tertentu & mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan kedalam urin. Setelah terbentuk urin mengalir kesebuah rongga pengumpul sentral, dari situ urine disalurkan kedalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urine dari setlap ginjal kesebuah kandung kemih.
Kandung kernih yang menyimpan urin secara temporar, adalah sebuah kantung berongga yang dapat direnggangkan dan volumenya disesuaikan dengan mengubah-ubah status kontraksi otot polos di dindingnya. Secara berkala, urine dikosongkan dari kandung kemlh keluar tubuh melalui sebuah saluran, uretra. Uretra pada wanita berbentuk Jurus dan pendek berjalan secara langsung dari leher kandung kermh keluar tubuh. Pada pria uretra Jauh lebih panjang dan melengkiung dan kandung kemih keluar tubuh melewati kelenjar prostat dan penis. (Lauralle Sherwood, 2001, hal. 463).
Fungsi primer ginjal adalah rnempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstra sel dikontrol oleh filtrasi glomerulus reabsorbsi dan sekresi tubulus. Zat-zat yang difiltrasi di ginjal dibagi dalam 3 kelas : Elektrolit, nonelektrolit dan air. Beberapa jenis elektrolit yang paling penting adalah (Na+), Kalium (K+), Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Bikarbonat (HC02), Klorida (Cl-), dan fosfat (HP04), sedangkan non elektrolit yang penting antara lain glukosa, asam amino, dan metabolik yang merupakan produk akhir dari proses metabolisme protein : Urea, asam urat dan kreatinin. (Price, S, et all, 1995, hal 770).
Proses filtrasi pada glomerulus dinamakan ultrafiltrasi glomerulus, karena filtrate primer mempunyal komposisi sama seperti plasma kecuali tanpa protein. Sel-sel darah dan molekul-molekul yang besar seperti protein secara efektif tertahan oleh pori-pori membran filtrasi, sedangkan air dan kristaloid dapat tersaring dengan mudah. Setiap menit kira-kira satu liter darah yang mengandung 500 cc plasma,mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 cc (10 %) dari itu disring keluar.
Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap hari dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat dilihat besar daya selektif sel tubulus:
Tabel 1 : Daya Selektif Sel Tubulus
Komponen
Disaring
Dikeluarkan
Air
150 Liter
1, 5 Liter
Garam
750 Liter
15 Gram
Glukosa
150 Liter
0 gram
Urea
50 Gram
30 Gram
(Pearce E, 1993 hal. 248-249)
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berpperan dalam pengaturan tekanan darah.
Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel-sel otot polos mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan renin.
Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen dihasikna oleh hati dan konsentrasinya dalam darah tinggi. Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru. Angoitensi I kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal (corwin, 2000)
Fungsi utama ginjal adalah :
a. Ultrafiltrasi
Membuang volume cairan dari sirkulasi darah, bahan-bahan yang terlarut dalam cairan ikut terbuang.
b. Pengendalian cairan
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang tepat dalam batas eksresi yang normal, dalam sekresi dan reabsorbsi.
c. Keseimbangan asam
Mempertahankan PH pada derajat yang basa normal dengan eksresi ion H dan pembentukan bicarnonat untuk buffer/penyanggah.
d. Eksresi produk sisa
Pembuangan langsung produk metabolisme yang terdapat pada filtrate glomerular.
e. Mengatur tekanan darah
Mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi renin
f. Memproduksi eritropoetin
Eritropoetin yang disekresikan ginjal merangsang sum-sum tulang agar membuat sel-sel darah merah.

g. Mengatur metabolisme
h. Mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal
(long B, 1996)


d. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
- Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
- Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
- Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
- Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal. Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg ) 72 x creatini serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85 MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369): a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi). Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. b. Gannguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels. c. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. d. Gangguan muskuloskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas. e. Gangguan Integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. f. Gangguan endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D. g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. h. System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain : 1.Pemeriksaan lab.darah - hematologi Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit - RFT ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin - LFT (liver fungsi test ) - Elektrolit Klorida, kalium, kalsium - koagulasi studi PTT, PTTK - BGA 2. Urine - urine rutin - urin khusus : benda keton, analisa kristal batu 3. pemeriksaan kardiovaskuler - ECG - ECO 4. Radidiagnostik - USG abdominal - CT scan abdominal - BNO/IVP, FPA - Renogram - RPG ( retio pielografi ) E. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu : a) Konservatif - Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin - Observasi balance cairan - Observasi adanya odema - Batasi cairan yang masuk b) Dialysis - peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis ) - Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : - AV fistule : menggabungkan vena dan arteri - Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung ) c) Operasi - Pengambilan batu - transplantasi ginjal I. DIAGNOSA KEPERAWATAN Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah: 1. Penurunan curah jantung 2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit 3. Perubahan nutrisi 4. Perubahan pola nafas 5. Gangguan perfusi jaringan 6. Intoleransi aktivitas 7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis 8. resti terjadinya infeksi J. INTERVENSI 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler Intervensi: a. Auskultasi bunyi jantung dan paru R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur b. Kaji adanya hipertensi R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal) c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10) R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia 2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O) Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output Intervensi: a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital b. Batasi masukan cairan R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output 3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil Intervensi: a. Awasi konsumsi makanan / cairan R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi b. Perhatikan adanya mual dan muntah R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi c. Beikan makanan sedikit tapi sering R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial e. Berikan perawatan mulut sering R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan 4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil Intervensi: a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2 c. Atur posisi senyaman mungkin R: Mencegah terjadinya sesak nafas d. Batasi untuk beraktivitas R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia 5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil : - Mempertahankan kulit utuh - Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit Intervensi: a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi. b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan c. Inspeksi area tergantung terhadap udem R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek d. Ubah posisi sesering mungkin R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia e. Berikan perawatan kulit R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit f. Pertahankan linen kering R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi Intervensi: a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat 7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi. a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami. b. Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ). c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan. d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system. e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes By: abdulholic

Sabtu, 01 Januari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN

a. Pengertian

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).

Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

b. Angka kejadian dan diagnosis

Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan terdapat 8,76 %-30,29% bayi dan neonatal yang masih mengalami infeksi dengan angka kematian mencapai 11,56%-49,9%. Pengembangan perawatan yang canggih mengundang masalah baru yakni meningkatnya infeksi nosokomial yang biasanya diakhiri dengan keadaan septisemia yang berakhir dengan kematian (Victor dan Hans; 1997; 220).

Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 453).

c. Etiologi dan karakteristik

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A b-hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.

Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.

Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

d. Manifestasi klinis

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hisung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).


e. Terapi dan Penatalaksanaan

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.

Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).

f. Diagnosis banding

Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).
g. Tanda dan gejala yang muncul

1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.

4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.

5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.

6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.

7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.

8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.

9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

h. Pengkajian terutama pada jalan nafas

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.

Pola, cepat (tachynea) atau normal.

Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong; 1991; 1420).

i. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).

j. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, tujuan dan intervensi

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, nyeri.

Tujuan:

Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.

Intervensi:

a. Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.

b. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.

c. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.

d. Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.

e. Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).

f. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.

Tujuan:

Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret.

Intervensi:

a. Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.

b. Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.

c. Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiproneside lying position). dan

d. Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.

e. Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.

f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.

g. Berikan kelembaban udara yang cukup.

h. Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.

3. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak

Tujuan:

Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.

Intervensi:

a. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).

b. Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.

c. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.

d. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.

e. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.

f. Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.